Selasa, 26 Juni 2012

Macan Tutul Jawa –, satu2 nya jenis"Macan besar", yang masih hidup berkeliaran bebas di alam, Pulau Jawa





Sumber Foto : Indonesia Heritage Wildlife, hlm:48.1996
"The Javan Leopard- Panthera Pardus melas,  is the last remaining Big Cat roaming free in wild on the Island of Java"



Walaupun sudah memiliki SIM, para pengendara mobil di Indonesia, jarang yang pernah menemui Rambu Lalu lintas unik bergambar macan, kecuali mereka yang pernah masuk Taman Nasonal Gunung Halimun –Salak, lebih khusus lagi bagi yang pernah memasuki Daerah kawasan Geothermal/Sumber Panas Bumi gn Awi Bengkok, sekitar kawah Gunung Salak; sebab pada tempat2 tertentu didaerah ini, terutama dimalam hari, seringkali masih jadi pelintasan Satwa Liar. Berkali2 saya bertemu serombongan Macan tutul, ditempat ini, malah kadang2 lengkap dengan anak2 macan-nya.  
 Adapun area ini merupakan Hutan Hujan Pegunungn terluas di Pulau Jawa (  113,367     ha) dan lokasinya terdekat dari ibu kota  Jakarta.
Gambar 1
  
Rambu pelintasan satwa liar-2004


Gambar 1 :  Macan Tutul Jawa, diatas Pipa penyalur  Panas Bumi yang berisolasi tebal tetapi masih terasa hangat dimalam yang dingin- Awi Tali, Gn Salak. 2004.


Sampai dengan pertengahan thn 1800-an di Jawa masih terdapat banyak jenis ‘Macan Besar’, al yang paling besar: Harimau Raja, The King’s Tiger- Panthera Tigris Sondaica, yang bulunya berloreng2 hitam dan Kuning gelap,  panjangnya dapat mencapai 2 ½ m dan berat 180-220 kg,( lebih besar dari Harimau Sumatra, -Panthera Tigris Sumatrae yang bulunya lebih terang,( dengan panjang 1,50-2,00 meter dan berat 90-140 kg), sedangkan Harimau Bali- Panthera Tigris Balica yang telah punah,( panjangnya 1,50-2,00 m, beratnya 90- 110 kg));  terdapat juga Macan Kumbang, -Panthera  sp, yang warnanya hitam lebam , dan  Macan Tutul Jawa- Panthera Pardus melas, dengan kulit bertutul2 hitam pada bulu kuning kecoklatan.
Adapun di Jawa, Harimau merupakan”Raja Rimba” yang ditakuti, dibenci serta dihormati sekaligus, Oleh sebab daerah perburuannya mencari makan, semakin sempit, shingga harimau karena terpaksa sering mengganggu dan memangsa Ternak milik penduduk.
Pada thn 1844, Dr Fransz Junghun pernah diundang Paku Buwono dari Solo untuk menghadiri “Rampongan” atau “Rampok Macan” yaitu suatu acara sosial budaya Jawa yang diselenggarakan oleh Paku Buwono dalam sebuah  Upacara  menyangkut Pengorbanan, dengan membunuh sejumlah macan/harimau , secara sacral dan terhormat; inilah antara lain laporannya:

 Rampok Macan di Blitar , 7 April 1894
 Mula2 sejumlah Harimau Raja, Macan Kumbang maupun macan Tutul dikumpulkan dalam kerangkeng2 kayu ditengah alun2. Para Bangsawan serta kerabat keraton lengkap dengan selir, dan putra putri mereka  berkumpul untuk menghadiri acara ini. Untuk para tamu agung disediakan panggung terhormat, setiap orang berpakaian yang terbaik dalam upacara ini. Perangkat Gamelan Sakral ditabuh dan sepasang penari dengan bertandak mengikuti alunan gamelan. Seluruh alun2 dipenuhi ribuan rakyat; Dijajarkan empat baris saf  terdiri dari: bagian depan para warga dan prajurit  yang siap siaga dengan lembing, tombak atau bambu  runcing lancip dan tajam. Dua orang penari tandak, dengan alunan gamelan menyembah Sang Paku buwono dan mendekati  dan menyembah Harimau dalam kerangkeng  terbesar, menyalakan api pada bagian belakang kerangkeng, lalu membuka pintu depan kerangkeng. Nyala api diperbesar  dan penari menghilang, Nampak perlahan2 seekor Harimau Raja, yang sebesar kerbau perlahan2 muncul  dan dengan tenang memandang sekitarnya, bunyi gamelan makin keras dan rakyat semakin riuh, perlahan2 Harimau itu keluar dan berjalan mondar mandir depan kerangkeng nya yang terbakar lalu berusaha mencari jalan untuk  meloloskan diri, tetapi tiap kali dia mendekati salah satu sisi, puluhan lembing dan tombak diarahkan padanya, membuat dia geram dan murka, ahirnya dia menerjang tombak2tsb  , berkali2 dia melakukannya membuat  tubuhnya luka2 tersobek mata tombak,ketika dia tergeletak semakin lemah orang2 datang menyerang dan menikamnya beramai2. Biasanya seseorang akan takut membunuh harimau seorang diri sebab ada kepercayaan  takut kena tulah, tetapi bilamana dilakukan beramai2 maka tulah itu tidak mempan.




Satu persatu kerangkeng berisi macan kumbang dan macan tutul diperlakukan demikian semuanya. Sampai seluruh macan dan harimau terbunuh. Demikianlah Upacara Pembunuhan Masal secara hikmat dan terhormat ini terus menerus dilakukan, sehingga makin lama macan dan harimau makin punah di Jawa. Tentang upacara Penghormatan yang khikmat ini dilaporkan oleh : DrTh.Pigeaud, ’Javaansche Volksvertoningen 1938.( Upacara penyelenggaraan pertunjukan Rakyat di Jawa.)
Dilain pihak para penguasa Pemerintah Kolonial mengadakan perburuan binatang liar di Jawa untuk sport atau mengumpulan Trophy.







Gambar 2a
Gambar 2b : Seekor Harimau Jawa ditembak di Malimping, Banten 1941
Sumber Gambar 2 : http://id.wikipedia.org27 November 2009 07.35 Foto : H. Bartels


3 komentar:

IvanSetyanto mengatakan...

baru tau ternyata ada ritual rampok macan di tanah jawa ini.. terimakasih om herman

gagakasep mengatakan...

ternyata tidak semua budaya mengandung unsur kearifan, saya sangat prihatin membaca artikel ini

YAYA RUSYANA mengatakan...

yang diburu dan dimusnahkan ........ akhirnya benar-benar punah